Senin, 12 Desember 2011

TRICHURIS SP


PENDAHULUAN
Ternak sapi merupakan salah satu komoditas penghasil protein hewani yang penting, selain ternak kerbau, unggas, kambing dan domba. Peternakan sapi di Aceh dapat berkembang dengan pesat, karena didukung oleh agama dan adat sebagian besar masyarakatnya, khususnya masyarakat Aceh pemeluk agama Islam. Dari laporan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Aceh, diketahui bahwa populasi sapi Aceh dari tahun ke tahun semakin meningkat (Anonimus, 1999). Namun dalam perkembangannnya masih selalu dijumpai kendala yang salah satunya adalah aspek penyakit, selain karena managemen yang kurang memadai, salah satunya adalah penyakit cacingan atau disebut dengan endoparasit yang predileksinya di Gastor intestinal.
Jenis cacing gastrointestinal yang sering menginfeksi hewan ternak di Aceh adalah jenis cacing nematoda, pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakuakan oleh Hanafiah, dkk (2002) yang mengidentifikasi bermacam-macam cacing gastrointestinal, salah satunya adalah jenis cacing Trichuris discolor , yang berpredileksi di daerah sekum. Jika hewan terinfeksi cacing tersebut akan menyebabkan trichuriasis.
Trichuriasis adalah suatu penyakit akibat infeksi cacing Trichuris discolor. Cacing ini umumnya menginfeksi ternak muda, terutama sapi muda yang berumur maksimal 6 bulan. Trichuris Discolor mempunyai habitat pada saluran usus dan menghisap darah inangnya, dengan menggunakan semacam kait yang ditusukkan ke dalam lapisan usus sehingga usus mengalami luka. Akibat dari kegiatan ini maka sapi yang terinfeksi akan mengalami diare berdarah, anemia dan bahkan dapat menyebabkan kematian (Soulsby, 1982; Georgi dan Georgi 1990; Raepstorff dan Nansen, 1998).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pemeriksaan feses menggunakan metode natif, ditemukanya telur trichuris sp dalam feses sapi yang diambil pada ternak sapi di lingkungan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh.
Trichuris berdasarkan klasifikasi taksonomi dalam Soulsby (1982) cacing ini termasuk dalam klasifikasi :
Filum               :  Nematoda
Kelas               Adenophorea
Ordo                Trichurida
Famili              Trichuridae
Genus              Trichuris
Spesies            :  Trichuris Ovis

Morfologi dan Siklus Hidup
Cacing Trichuris sp berparasit pada sekum (Anonimous, 2004). Cacing ini sering disebut Whipworm /cacing cambuk. Morfologinya hampir sama dengan Trichuris trichura yang menginfeksi manusia dan primata lain, namun belum ada bukti kongkret yang menyatakan bahwa kedua parasit tersebut dapat saling bertukar induk semang seperti halnya cacing Ascaris sp pada sapi dan manusia (Soulsby, 1982).    
Trichuris dapat menginfeksi beberapa jenis hewan yaitu sapi, domba, kambing, babi dan anjing. Habitat atau predileksinya adalah pada caecums. Trichuris mempunyai beberapa spesies             :
-          T. Ovis pada caecum kambing dan domba
-          T. Discolor pada caecum dari sapi
-          T. Vulvis pada anjing
-          T. Suis pada babi
-          T. Trichiura pada manusia
Morfologi                                                                                               
            Cacing ini disebut dengan cacing cambuk dengan salah satu satu ujung tebal dan ujung lainnya panjang dan tipis. Bagian anterior panjang dan tipis kira-kira dua kali bagian posterior, ujung posterior cacing jantan bergulung kedorsal dalam bentuk spiral. Vulva terletak antara batas anterior dan posterior. Cacing jantan panjangnya 30-80 mm dan betina 35 – 75 mm, telur mempunyai kulit tebal kecoklatan dengan dua sumbat dikedua ujungnya. Ukukran telur 50-80 x 21-42 u.
 
Gambar 1 : Cacing Trichuris Pada Ternak Sapi

Distribusi Geografis
T. Trichiura, Vulpis T. Dan T. Suis T. Dicolor ditemukan di seluruh dunia, tetapi yang paling lazim dalam hangat, iklim lembab. Mereka jarang atau tidak ada di kering, sangat panas, atau sangat dingin daerah.

Siklus hidup
            Penularan terjadi secara langsung melalui telur infektif (L2), telur sangat resisten, perkembangan didalam induk semang berlangsung didalam lumen usus dan massa prepaten 2-3 bulan. Cacing ini melekat pada caecum (Smith and Stevenson, 1970).


 








Gambar 2 : Telur Trichuris


Gambar 3 : Siklus Hidup Trichuris sp

Siklus hidup  cacing Trichuris sp, di mulai dari keluarnya  telur dari tubuh bersama tinja dan berkembang menjadi telur infektif dalam waktu beberapa minggu. Telur yang sudah berembrio dapat tahan beberapa bulan apabila berada di tempat yang lembab. Infeksi biasanya terjadi  secara peroral (tertelan lewat pakan dan atau air minum). Apabila tertelan, telur-telur tersebut pada sekum  akan menetas dan dalam waktu sekitar empat minggu telah menjadi cacing dewasa (Soulsby, 1982).


Gejala Klinis
            Gejala klinis trichuriosis dapat menyebabkan anoreksia, diare, lesu, lemahan, dan kematian.

Tes Diagnostik
Trichuriasis didiagnosis dengan mendeteksi telur Trichuris dalam kotoran, biasanya dengan flotasi tinja. Telur berbentuk oval, kekuningan-coklat dan tebal dengan dua busi kutub. T. vulpis telur sekitar 72-90 pM oleh 32-40 pM. T. suis telur 50-56 pM oleh 21-25 pM. Telur Trichuris dapat dikeluarkan sebentar-sebentar. Pengujian tinja atau Proktoskopi dapat membantu dalam kasus ini. Cacing Trichuris dapat ditemukan dengan nekropsi pada hewan yang telah teridentifikasi telur trichuris dengan pemeriksaan awal pada feses.

Pengobatan
Trichuriasis dapat diobati dengan anthelmintics, termasuk fenbendazole, febantel, mebendazol, dichlorvos dan butamisole. Milbemycin oxime atau kombinasi dari diethylcarbamazine dan oxibendazol (Frechette, 1973).

Pencegahan
Infeksi sulit dicegah apabila tanah terkontaminasi dengan telur Trichuris. Sanitasi di daerah lembab dapat mengurangi pencemaran  lingkungan terhadap telur Trichuris. Telur Trichuris bertahan terbaik di tempat yang lembab dan area teduh .
KESIMPILAN DAN SARAN

Kesimpulan
            Pemeriksaan pada feses sapi menunjukkan bahwa feses tersebut mengandung telur cacing Trichuris. Pada sapi tersebut teramati dengan gejala klinis kurus, anoreksia, lesu dan diare.

Saran
            Penanganan, pengobatan dan pencegahan pada kasus trichuris ini dianggap penting, selain merugikan peternak dan menurunnya kesejahteraan hewan, penyakit ini juga zoonosis, sehingga perlu penanganan yang intensif untuk membasmi penyakit ini.
 
DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2010. Aceh Siap Jadi Sentra Daging Nasional

http://serambinews.com/ Aceh-Siap-Jadi-Sentra-Daging-Nasional

 

Anonimous. 2004a. Trichuris spp. http://evm.mscs.edu /courses/mic569 /docs/parasite/TRICH.HTML

Georgi, G.E. dan M.E. Georgi. 1990. Parasitology for Veterinarians. 5 th. Ed.W.B. Sounders Company.

Frechette JL, Beauregard M, Giroux AL, Clairmont D. Infection of calves by Trichuris discolor. Can Vet J. 1973;14:243–246.

Hanafiah. M, Winaruddin dan Rusli, 2002. Studi Infeksi Nematoda Gastrointestinal pada Kambing dan Domba dirumah Potong Hewan Banda Aceh. J. Sain Vet. Vol. XX No. 1, 2002.

Smith H. J and Stevenson. R. G, 1970. A Clinical Outbreak Of Trichuris Discolor Infection In Stabled Calves. CANS.- VET. JoURL, vol.11, no.5,May, 1970

Soulsby, E.J.L. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. 7 th. Ed. William and Wilkin, Bailliere Tindall, London.

Roepstorff, . dan P. Nansen. 1998. Epidemiology, Diagnosis and Control of Helminth Parasites of Swine. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome.

TOXOCARA


PENDAHULUAN

Latar Belakang
Genus Toxocara Dikenal 3 spesies penting yaitu : Toxocara canis, T. Cati  dan  T. Vitulorum.  Toxocara canis, berpredeleksi dalam usus halus anjing dan rubah, lebih besar dari Toxascaris leonina. Cacing jantan panjangnya mencapai 10 cm dan yang betina 18 cm. Telurnya berbentuk agak bulat berukuran 85-90 x 75 mikron dengan dinding tebal dan berbintik-bintik halus.
Sedangkan Toxocara cati, berpredeleksi didalam usus halus kucing. Morfologinya hampir sama dengan T. Canis, cacing jantan panjangnya 3 – 7 cm, spikulumnya tidak sama besar dan bersayap. Cacing betina panjangnya 4-12 cm. Telur berukuran 65 – 75 mikron. Dan yang terakhir adalah Toxocara vitolurum, berpredeleksi didalam usus halus sapi, kerbau, domba dan kambing. Bibirnya lebar pada pangkalnya dan semakin keujung menyempit. Cacing jantan panjangnya mencapai 25 cm dengan diameter 5 mm. Ujung posteriornya meruncing dan sering disebut berujung paku. Cacing betina panjangnya 30 cm dengan diameter 6 mm. Vulva cacing terletak 1/8 ujung anterior tubuh. Telurnya berukuran 75-95 X 60 – 75 mikron.  siklus hidupnya sama dengan A. Suum.
Toxocara vitulorum adalah cacing bulat yang terutama mempengaruhi hewan muda. Infeksi ditularkan dari ambing ke anak sapi melalui kolostrum dan otot. Toxocara vitulorum mulai menumpahkan telur dalam tinja mereka pada 22 hari setelah lahir. Telur-telur yang ditumpahkan dalam tinja mengandung L1 larva tahap yang berkembang menjadi larva L3 dalam 2-4 minggu. L3 Telur mengandung tidak menetas sampai mereka tertelan (Roberts, 1990 disitasi oleh Amaral A C, 2010).
Cacing Toxocara vitulorum termasuk klas Nematoda yang memiliki kemampuan mencapai hati, paru-paru dan plasenta. Ukuran panjang cacing betina adalah sebesar 30 cm dan lebar 25 cm, warna kekuning-kuningan dengan telur agak bulat dan memiliki dinding yang tebal. Habitat cacing adalah pada sapi dan kerbau serta berlokasi di usus kecil (Purwaningsih E, 2011).
Oleh sebab itu kami memilih cacing Toxocara Vitulorum sebagai judul tugas kelompok kami. Karena parasit tersebut menyerang sapi, kerbau, kambing dan domba yang latar belakangnya adalah bahan pangan asal hewan yang dikonsumsi manusia untuk mencukupi kebutuhan protein hewani.












TINJAUAN PUSTAKA

Etiologi
Toxocara Vitulorum adalah parasit ascarid-tipe besar (20-30 cm) yang memiliki distribusi di seluruh dunia. prevalensinya sangat tinggi di daerah tropis dan hal itu menyebabkan masalah pada sapi, kerbau, kambing dan domba di Asia Tenggara dan Afrika (FAO, 1999).
Gastrointestinal heminthiasis syndrome disebabkan oleh parasit cacing dalam saluran pencernaan (Chaudhry et al, 1984 disitasi oleh Amaral A C, 2010). Di antara spesies dari cacing, Toxocara vitulorum memiliki arti penting khususnya pada sapi, kerbau, kambing dan domba (Yadav et al, 2008 disitasi oleh Amaral A C, 2010), yang menghuni usus dari hewan dan menyebabkan kerusakan parah pada usus mukosa membran dengan efek yang sama. Hewan muda lebih rentan terhadap infeksi tersebut (Singh et al,2008 disitasi oleh Amaral A C, 2010).
Patogenisitas infeksinya melalui migrasi larva dapat menyebabkan kerusakan pada hati dan paru-paru. Kehadiran parasit dewasa di usus kecil sering dikaitkan dengan diare dan berat badan berkurang. Dalam kasus-kasus yang tidak diobati dan infeksi berat, angka kematian mungkin sampai 35-40 persen dari hewan yang terinfeksi, dan diyakini sebagai penyakit yang paling serius dari anak sapi kerbau, kambing dan domba di Asia Tenggara.
Toxocara Vitulorum disebut juga parasit pencernaan pada ternak yang termasuk pada klas nematoda (B. taurus dan B. indicus). Terjadi di seluruh dunia, tetapi lebih umum terjadi di daerah tropis. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi dengan nematoda gastrointestinal dikenal sebagai Toxocariasis (Junquera P, 2010).

Siklus Hidup
Tahapan hidup Toxocara spp. Meliputi ; telur dikeluarkan dalam tinja kemudian telur berkembang selama minimal 1 sampai 2 minggu di lingkungan. Telur dalam tinja tertelan oleh sapi atau kerbau dan menetas di usus halus menjadi laeva. Larva kemudian bermigrasi ke hati, paru-paru, jantung, ginjal dan bisa ke plasenta dan masuk ke cairan amnion serta masuk ke dalam kelenjar mammae dan keluar bersama kolustrum. larva ditemukan dalam berbagai jaringan. cacing dewasa dapat ditemukan di usus (Purwaningsih E, 2011). Infeksi terjadi pada saat prenatal dan neonatal melalui kolostrum menjadi rute utama infeksi untuk anak sapi di Asia Tenggara. Parasit dewasa yang hidup di usus kecil adalah produsen telur produktif dan jumlah yang sangat besar telur yang dihasilkan setiap hari. Telur yang berdinding tebal sangat tahan terhadap kondisi iklim dan lingkungan yang merugikan dan tetap infektif untuk jangka waktu yang lama (beberapa tahun) (Anonimus, 2010).
Larva Toxocara menembus dinding usus dan bermigrasi melalui sistem peredaran darah ke hati dan paru-paru di mana mereka memasuki sistem pernapasan. larva ini adalah batuk dan menelan, kembali ke usus kecil di mana mereka jatuh tempo dan mulai produksi telur 3-5 minggu setelah infeksi.
Jika telur infektif ini tertelan oleh sapi tua (lebih dari 4 bulan umur) yang memiliki imunitas, mayoritas atau seluruh larva yang mengalami migrasi somatik akan ditangkap oleh organ dan jaringan. Selama kehamilan menjadi larva ini diaktifkan kembali dan infeksi janin pra kelahiran, namun sebagian besar larva terkonsentrasi di ambing dan anak sapi yang baru lahir biasanya terinfeksi melalui kolostrum dan susu. Infeksi Setelah melalui rute ini, larva tidak bermigrasi di host, tapi tetap di usus kecil. Hal ini mengurangi panjang periode prepatent dan telur mungkin berada di dalam kotoran 18-21 hari setelah terinfeksi.
Sedangkan penularan melalui kolostrum dan susu merupakan rute utama infeksi anak sapi di Asia Tenggara, studi di bagian selatan Afrika telah mengindikasikan bahwa konsumsi telur infektif dari lingkungan adalah rute yang paling umum infeksi di sana. Disarankan bahwa epidemiologi lokal parasit ini harus ditetapkan untuk kontrol yang paling efisien. Organ favorit adalah usus kecil, tetapi larva migrasi dapat ditemukan dalam rongga usus dan di banyak organ (paru-paru, trakea, kerongkongan, hati  dan ginjal) (Junquera P, 2010).
Toxocara Vitulorum langsung dengan infeksi prenatal dan neonatal. kolostrum menjadi rute utama infeksi untuk anak sapi, kerbau, kambing dan domba. T. Vitulorum adalah parasit dewasa yang hidup di usus kecil adalah produsen telur produktif dengan jumlah yang sangat banyak, berdinding tebal dan sangat tahan terhadap kondisi iklim serta lingkungan yang infektif ookista dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama (beberapa tahun) (Husnain and Usmani, 2006).






Gejala Klinis
Tahapan dapat menyebabkan diare kolik, pembusukan usus, enteritis, penurunan berat badan, atrofi dan bahkan kematian. Kerusakan paru-paru yang disebabkan oleh larva juga dapat mengakibatkan pneumonia. telur khas ditemukan dalam kotoran sapi setelah 5 minggu melahirkan. Khas anak ternak yang terinfeksi nafasnya berbau aseton (Junquera P, 2010).
Toxocara vitulorum, seperti parasit internal lainnya, dapat didiagnosis dengan tanda-tanda klinis, nekropsi, pemeriksaan feses untuk telur dan tes serologis.
tanda-tanda klinis vitulorum T. dapat digolongkan ke dalam tanda-tanda ringan, sedang dan berat.
Mild infeksi asimtomatik. Tanda-tanda infeksi hanya dapat dilihat dalam moderat dan infeksi berat. Sedang infeksi ditandai dengan sembelit, tinja berdarah dan tinja dicampur dengan lendir. Infeksi berat ditandai dengan sering
diare, tulang rusuk menonjol dan kematian (Devi et
al, 2000 disitasi oleh Amaral A C, 2010).
Diagnosa
            Telur-telurnya berbentuk subglobular yang memiliki dinding tebal dan berbintik-bintik yang pada umumnya terdapat dalam feses sapi, kerbau, kambing dan domba.









Gambar 2 : Telur Toxocara Vitulorum


Adanya larva dalam hati juga menyebabkan kerusakan hati. Cacing dewasa ukuran besar juga menyebabkan masalah, terutama cacing pada saluran pencernaan (Srivastava dan Sharma, 1981; Omar dan Barriga, 1991).



 








Gambar 3 : Cacing usus Toxocara Vitulorum

Temuan nekropsi termasuk myositis, hepatitis dan enteritis sebagai hasil dari larva migrasi. Bruto perubahan yang disebabkan oleh T. vitulorum dalam usus termasuk petechial lesi perdarahan, pembengkakan dan penurunan ketebalan dinding usus. Hal ini juga menyebabkan perubahan warna hati menjadi warna coklat gelap (Srivastava dan Sharma, 1981). Perubahan juga dapat dilihat di organ lain, termasuk  warna bintik-bintik keabu-abuan pada ginjal, penyumbatan di otak dan perdarahan di endocardial jantung. Degenerasi lemak dapat diamati dalam hati, dengan hepatosit merosot disebabkan oleh invasi parasit dalam hati dan proliferasi fibroblas sedikit (Srivastava, 1963; Srivastava dan Sharma, 1981).

Terapi
Terapi terhadap Toxocara Vitulorum dapat diberikan beberapa benzimidazoles (misalnya Albendazole dan fenbendazole) (anomimous, 2010) atau  levamisol, piperazina, pyrantel atau ivermectin untuk mengendalikan infeksi. Kerusakan terbesar adalah yang disebabkan oleh migrasi larva yang menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. Larva juga bertanggung jawab terhadap infeksi selama kehamilan dan menyusui. Oleh karena itu pentingnya memilih produk yang digunakan efektif untuk melawan cacing dan larva (Purwaningsih E, 2011).



Pencegahan
Yang paling sering terkena infeksi oleh cacing ini adalah pra kelahiran yang paling umum atau melalui kolostrum. Oleh karena itu, sangat penting untuk mencegah terinfeksi dan menularkan infeksi terhadap hewan betina yang sedang bunting. Pemeliharaan dan pengawasan rumput harus selalu dipastikan agar hewan-hewan ini bebas dari cacing. Dalam properti dengan riwayat infeksi Toxocara harus dipertimbangkan tindakan sanitasi (pembersihan, desinfeksi).


 













Gambar 4 : Infeksi Toxocara Vitulorum pada ambing


Studi Terkini
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan prevalensi titik Toxocara (T.) vitulorum pada kerbau dan sapi yang disembelih di tempat pemotongan hewan (RPH) Multan (Pakistan). Pemeriksaan saluran gastro intestinal dari 94 kerbau dan 48 sapi untuk mengetahui prevalensi T. vitulorum. Prevalensi T. vitulorum adalah 63,83 dan 37,50% pada ternak kerbau dan sapi, masing-masing tercatat 39,46% (30/76) pada jantan 72,72% (48/66) pada betina (Raza, M A. et al, 2010)
DAFTAR PUSTAKA


Amaral A C, 2010. Toxocara Vitulorum Infection In Large Ruminants With Special Reference To East Timor. DF.http://www.merckvetmanual.com/mvm/index.jsp? cfile=htm/bc/22416.htm

Anonimus, 2010. The Helminth Diseases of Kenya. http://www.fao.org/wairdocs/ILRI/x5492E/x5492e09.htm

FAO, 1999.  Management of vertisols in Sub-Saharan Africa - Proceedings of a Conference.http://www.fao.org/wairdocs/ILRI/x5492E/x5492e04.htm#2.3.1%20introduction

Hasnain HU and RH Usmani, 2006. Livestock of Pakistan. 1st Ed Livestock Foundation, Islamabad, Pakistan, pp: 140-141

Junquera P, 2010. Toxocara VITULORUM, nematoda parasit dari usus kecil sapi: biologi, pencegahan dan pengendalian. http://parasitosdelganado.net/index.php

Purwaningsih E, 2011. Sapi Bermata Kuning. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2011

Raza MA, S Murtaza, HA Bachaya, A Qayyum and MA Zaman, 2010. Point prevalence of Toxocara vitulorum in large ruminants slaughtered at Multan abattoir. Pakistan Vetereninary Journal, 30(4): 242-244. ISSN: 0253-8318 (PRINT), 2074-7764 (ONLINE) Accessible at: www.pvj.com.pk