Selasa, 29 November 2011

DEHIDRASI

Kekurangan cairan tubuh pada hewan dapat berakibat fatal. Itulah sebabnya, dalam beberapa kasus dehidrasi untuk menyelamatkan hewan terkadang dibutuhkan pemberian infus. Namun, keberhasilannya sangat tergantung kondisi pasien ketika datang ke dokter hewan. Oleh sebab itu, kunci pertama penanganan dehidrasi adalah kewaspadaan pemilik hewan terhadap tanda-tanda dehidrasi pada hewan kesayangan mereka.
Dehidrasi secara harfiah didefinisikan sebagai kondisi turunnya volume cairan di dalam tubuh. Cairan tubuh yang dimaksud yaitu : Semua bagian cair dari tubuh selain zat padat yang ada pada tubuh, termasuk dalam kategori ini adalah :
-          Cairan darah
-          Cairan limpoid
-          Cairan intrasel, cairan ekstrasel/interstisiil
-          Cairan serebrospinal
-          Cairan sendi,
-           dan lain sebagainya.

Total cairan tubuh hewan adalah sekitar 60% dari seluruh volume tubuhnya, yang terdiri atas 40% cairan intrasel, dan 20% cairan ekstrasel yang tersusun atas 15% cairan interstisiil dan 5 % cairan plasma. Namun dalam beberapa kasus, dapat terjadi hilangnya cairan dari dalam tubuh yang dapat mengancam keselamatan hewan apabila tidak segera dikoreksi melalui terapi cairan.
Kehilangan cairan pada tubuh hewan dapat terjadi karena:
-          akibat pendarahan
-           diare
-          Muntah
-          Terbakar
-          Poliuria
-          dan lain-lain.

Dalam kondisi tersebut, akan terjadi dilatasi (pelebaran) pembuluh darah, turunnya volume aliran darah, yang lebih jauh akan menyebabkan turunnya kemampuan jantung untuk memompa darah karena darah yang begitu kental. “kondisi ini dapat berakibat fatal apabila tidak segera dilakukan terapi cairan,” demikian tegas Drh. Setyo Budhi, MP, selaku pembicara dalam acara Continue Education yang diselenggarakan di Rumah Sakit Hewan Soeparwi – Yogyakarta, pada 7 Agustus 2010 lalu.
Praktisi sekaligus pengajar pada bagian Bedah Fakultas Kedokteran Hewan ini menambahkan, dalam kondisi normal tubuh hewan mampu menjaga keseimbangan cairan yang masuk melalui air minum, pakan dan hasil metabolisme, dengan cairan yang keluar melalui feses, urin, penguapan, dan air susu apabila menyusui (lihat tabel 1).
Namun, apabila hewan kehilangan cairan akibat sebab-sebab yang telah disebutkan di atas, keseimbangan cairan ini akan mengalami gangguan. Apalagi, dalam kondisi ini pada umumnya hewan mengalami gangguan asupan air, biasanya hewan tidak mau makan atau minum. Dengan demikian, diperlukan tindakan terapi cairan untuk mengembalikan cairan di dalam tubuh yang hilang.
Menurut Budhi, terapi cairan yang dilakukan tersebut tidak hanya mengoreksi volume cairan yang hilang, namun juga mengembalikan komposisi elektrolit dalam cairan tubuhnya (lihat tabel 2), kondisi keasaman (pH) dan tekanan osmotiknya. Dengan demikian, cairan yang dimasukkan ke dalam tubuh hewan harus memiliki komposisi yang sesuai dengan yang dibutuhkan untuk mengembalikan keempat hal tersebut kembali kepada kondisi normal.

Evaluasi Dehidrasi
Untuk mengetahui tingkat dehidrasi secara pasti, menurut Budhi, harus dilakukan evaluasi kondisi hewan dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Dari data-data inilah kemudian interpretasi dan perkiraan kekurangan cairan dari pasien dapat diketahui. Sungguhpun demikian, menurut Budhi, tidak ada metode obyektif untuk mengalkulasi tingkat dehidrasi, metode yang dipakai adalah berdasarkan evaluasi secara kualitatif berdasarkan parameter kondisi fisik (lihat tabel 3).
Pada umumnya, dehidrasi baru akan menimbulkan gejala klinis jika angkanya di atas 4%. Dalam perjalanannya, gejala klinis akan meningkat apabila tingkat dehidrasi di atas 10%. Sebagai langkah awal, pemilik dapat mengetahui hewan kesayangannya mengalami dehidrasi atau tidak, dari tanda-tanda fisiknya.
Hewan yang mengalami dehidrasi akan terlihat :
-          Lemah dan lesu
-          Lidah terlihat pucat dan mengkerut
-          Dengan mukosa kering
-          Turgor kulit menurun apabila dicubit akan lambat kembali ke posisi semula.
Kemudian, untuk memeriksa lebih pasti keadaan dehidrasinya, tekanlah dengan ujung jari gusi hewan. Warna bagian gusi yang telah ditekan akan berubah dari putih menjadi kembali memerah. Apabila perubahan waktu lebih dari 2 detik, itu artinya hewan dalam keadaan dehidrasi CRT/Capillary Refill Time lebih dari 2 detik. Tanda lainnya hewan terutama kucing dan anjing yang mengalami dehidrasi adalah produksi urinnya kurang dari 2 cc/kg bobot badan per jam.
Apabila ketiga tanda-tanda tersebut dialami oleh hewan kesayangan anda, maka segeralah bawa ke dokter hewan untuk mendapatkan penanganan terapi cairan atau penanganan medis lainnya. Karena tidak jarang, dehidrasi merupakan gejala awal proses penyakit yang dapat memperparah kondisi kesehatan hewan kesayangan anda.

Diagnosa Dehidrasi
1.      Hewan lemah, lesu, lidah pucat mengkerut, mukosa kering, turgor kulit menurun.
2.      Perfusi jaringan perifer : CRT > 2 detik
3.      Produksi urin kurang dari 2 cc/kg bobot badan per jam.

Pencegahan Dehidrasi
Kita tentu tidak mengarapkan hewan kesayangan mengalami dehidrasi atau bahkan yang lebih parah dari itu. Dari sisi medis kedokteran hewan, tindakan pencegahan adalah yang paling baik bagi kesehatan hewan. Satu hal yang perlu dicamkan adalah memenuhi kebutuhan cairan harian mereka sesuai dengan yang telah direkomendasikan oleh berbagai ahli kesehatan hewan. Sediakanlah air bersih dalam jumlah yang cukup, serta bersihkanlah tempat minumnya setiap hari. Cara ini akan membantu mereka mempertahankan status hidrasi mereka dalam kondisi prima.

Pemberian (Terapi) Cairan Pada hewan
Berikut ini merupakan perhitungan pemberian/terapi cairan pada hewan dehidrasi :

Existing deficit (ml) = berat badan (kg) x % dehidrasi x 1000
Maintenance requirements = berat badan (kg) x 40-60 ml/kg/day
Continuing losses = perkiraan kehilangan cairan (ml/day)

Contoh :
Jika seekor anjing dengan berat 20 kg mengalami dehidrasi akibat anorexia dan diare selama 3 hari. Pasien mengalami penurunan elasitas kulit (Tugor kulit menurun), membran mukosa kering, dan lamanya CRT (Capillary Refilling Time). Pada pemeriksaan lab ditemukan PCV 57%, protein plasma 8,6 g/dl, BUN 38 mg/dl, dan berat jenis urin 1.060. Sehingga perkiraan kehilangan cairan adalah 8%. Berapakah jumlah cairan yang dibutuhkan oleh pasien ?

Jawab :
Existing deficit (ml) = 20 (kg) x 8% (0,08) x 1000 = 1600
Maintenance requirements = 20 (kg) x 50 ml/kg/day = 1000
Continuing losses   = 400
Total = 3000 (ml)

Larutan untuk Terapi
Ada dua tipe utama cairan yang dapat digunakan dalam terapi, yaitu kristaloid dan koloid. Cairan kristaloid adalah larutan berbahan dasar air dengan molekul kecil sehingga membran kapiler permeabel terhadap cairan tersebut. Cairan kristaloid dapat mengganti dan mempertahankan volume cairan ekstraselular. Oleh karena 75-80% cairan kristaloid yang diberikan secara IV menuju ruang ekstravaskular dalam satu jam pada hewan normal, maka cairan kristaloid sangat diperlukan untuk rehidrasi interstisial.Konsentrasi natrium dan glukosa pada kristaloid menentukan osmolalitas dan tonisitas larutan. Pada kebanyakan situasi kritis, cairan kristaloid isotonis pengganti elektrolit yang seimbang, seperti cairan Ringer laktat, digunakan untuk mengganti elektrolit dan bufer pada konsentrasi khas cairan ekstraselular. Garam normal (cairan natrium klorida 0,9%) juga merupakan cairan pengganti
yang isotonis tetapi tidak seimbang dalam hal elektrolit dan bufer.
Cairan kristaloid dalam volume besar yang diberikan dengan cepat secara IV menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular dan penurunan COP dengan cepat. Hal tersebut mengakibatkan ekstravasasi ke interstisial.
Cairan koloid adalah larutan kristaloid yang mengandung molekul besar sehingga membran kapiler tidak permeabel terhadap cairan tersebut. Larutan koloid merupakan pengganti cairan intravaskular. Darah total, plasma, dan albumin pekat mengandung koloid alami dalam bentuk protein, terutama albumin. Dextran dan hydroxyethyl starches (HES) adalah koloid sintetis yang dalam penggunaannya dapat digabung dengan darah total atau plasma, tetapi tidak dianggap sebagai pengganti produk darah ketika albumin, sel darah merah, antitrombin, atau protein koagulasi dibutuhkan. Pemulihan dehidrasi dengan menggunakan kombinasi koloid dan kristaloid membutuhkan volume yang lebih sedikit, dan waktu pemulihan dicapai lebih cepat. Apabila ditambah koloid, jumlah infus kristaloid dapat berkurang 40-60% dibandingkan menggunakan kristaloid saja. Kombinasi kristaloid, koloid sintetis, dan koloid alami sering diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien.



Gambar 1 : Potongan melintang kapiler. Molekul koloid terlalu besar untuk
   melewati membran sehingga tetap di dalam kapiler (Ettinger dan Feldman, 2005)

Pilihan cairan didasarkan pada abnormalitas yang membutuhkah perbaikan. Secara umum, cairan poliionik dan isotonik, misalnya Ringer laktat merupakan cairan yang paling serba guna karena komposisinya mirip dengan cairan ekstraselular. Cairan Ringer laktat adalah cairan alkalizer karena mengandung laktat yang merupakan prekursor bikarbonat. Cairan Ringer meningkatkan jumlah klorida sehingga merupakan cairan acidifier. Cairan Ringer laktat dan Ringer mengandung hanya sedikit kalium. Dibutuhkan penambahan kalium klorida pada cairan tersebut apabila digunakan pada pasien yang banyak kehilangan kalium dari tubuhnya (hipokalemia).
Larutan natrium klorida isotonik (0,9%) atau garam, sering disebut (salah kaprah) cairan fisiologis atau garam normal. Garam isotonik mengandung 154 mEq natrium dan 154 mEq klorida. Konsentrasi natriumnya mendekati cairan ekstraselular, tetapi konsentrasi kloridanya lebih tinggi. Peningkatan kandungan klorida dapat menyebabkan asidosis metabolik hiperkloremia. Garam isotonis tidak mengandung elektrolit yang lain. Karena alasan tersebut, penggunaan garam 0,9% harus dibatasi pada pasien yang mengalami kehilangan banyak natrium, misalnya insufisiensi adrenokortikal, yang juga dikenal sebagai penyakit Addison. Garam 0,45% kadang-kadang digunakan untuk pasien yang mengalami dehidrasi hipernatremia.
Cairan kalium klorida tersedia untuk ditambahkan pada cairan Ringer laktat dan Ringer. Untuk asidosis metabolik yang parah, natrium bikarbonat hipertonik dapat ditambahkan ke dalam dekstrosa 5% atau garam 0,45%. Natrium bikarbonat seharusnya tidak ditambahkan ke dalam cairan yang mengandung kalsium, misalnya Ringer laktat, sebab akan menyebabkan presipitasi kalsium. Penambahan garam 0,9% dengan natrium bikarbonat juga tidak disarankan, karena cairan yang dihasilkan akan mengandung natrium dengan konsentrasi yang sangat tinggi.
Larutan glukosa 5% terutama digunakan untuk mensuplai air untuk mengurangi dehidrasi yang diakibatkan oleh kehilangan air yang mendekati murni (dehidrasi hipernatremia), misalnya terjadi pada panting yang kuat akibat hipertermia. Air murni tidak dapat diberikan secara parenteral karena bersifat sangat hipotonik dan akan menyebabkan eritrosit mengembang dan hemolisis. Oleh karena dekstrosa 5% tidak mengandung elektrolit, maka tidak disarankan penggunaannya pada pasien yang mengalami gangguan yang ditandai kehilangan banyak elektrolit.
Larutan untuk terapi cairan dan elektrolit pada anjing dan kucing
(Lorenz, et al., 1997)

Cairan glukosa pada konsentrasi 10%, 20%, dan bahkan 50% dapat diberikan secara IV jika diberikan secara pelan-pelan agar bercampur dan larut, terutama digunakan untuk mensuplai kalori dan untuk menimbulkan dieresis osmotik pada hewan yang mengalami insufisiensi ginjal. Cairan glukosa hanya diberikan secara IV.

Rute Terapi Cairan
Rute terapi cairan yang paling bermanfaat adalah melalui oral (PO), intravena (IV), dan subkutan (SC). Rute intraoseus kadang-kadang digunakan untuk terapi cairan atau darah pada anak anjing dan anak kucing atau pasien dewasa yang tidak dapat dilakukan melalui vena. Pada pasien yang masih mau minum dan tidak disertai muntah, rute oral merupakan pilihan yang baik untuk menangani dehidrasi ringan. Dalam jumlah yang terbatas, cairan yang berbeda dengan cairan ekstraselular dapat diberikan secara oral.
Pada pemberian cairan secara IV, volume cairan ektraselular akan pulih dengan cepat dan distribusi cairan ke seluruh tubuh juga cepat. Rute IV dipilih pada dehidrasi sedang sampai parah atau apabila cairan hilang dari tubuh pasien dengan cepat. Kelemahan rute IV adalah: efek sampingnya lebih besar (flebitis, bekterimia/septisemia, overhidrasi), membutuhkan waktu dan bantuan untuk merestrin pasien selama terapi cairan dilakukan. Rute SC sangat praktis pada anjing dan kucing, terutama untuk terapi pemeliharaan cairan dalam waktu singkat. Cairan dapat diberikan dengan cepat, tetapi absorpsi dan distribusi cairan di dalam tubuh jauh lebih lambat dibandingkan dengan pemberian cairan dengan IV. Absorpsi cairan nyata lebih lama pada hewan yang mengalami hipotensi, sehingga disarankan pada tahap awal terapi cairan dilakukan secara IV untuk rehidrasi pasien dan memperbaiki sirkulasi pada jaringan subkutan. Hanya cairan isotonik dan yang tidak mengiritasi yang diberikan secara SC. Cairan dekstrosa 5% walaupun isotonis tidak disarankan secara SC untuk hewan yang mengalami dehidrasi parah, karena elektrolit pada cairan ekstraselular akan berdifusi ke daerah subkutan yang bebas elektrolit, bergabung dengan cairan dekstrosa 5% diikuti oleh air ekstraselular. Volume cairan ekstraselular secara temporer akan menurun sampai terjadi keseimbangan antara cairan dekstrosa 5% dan cairan ekstraselular.
Dengan kombinasi IV dan SC (kehilangan cairan pada awalnya diganti dengan cara IV diikuti dengan cara SC untuk mempertahankan kebutuhan cairan), volume ekstraselular dapat dikembalikan dengan cepat, aliran darah ginjal akan membaik, dan menghindari penanganan dengan penetesan cairan secara IV yang lama pada pasien dehidrasi.

Kecepatan Terapi Cairan
Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan terapi cairan adalah: rute terapi, penyakit, kondisi pasien, tujuan terapi, komposisi cairan, dan tingkat restrin yang dibutuhkan. Kehilangan cairan secara akut memerlukan penggantian secara cepat. Kehilangan cairan secara kronis atau disfungsi paru-paru, jantung, atau otak membutuhkan pemulihan secara lebih perlahan.
Pemahaman tentang kebutuhan normal harian cairan untuk pemeliharaan fungsi tubuh dapat dijadikan dasar untuk menduga kecepatan infus cairan secara IV pada hewan yang mengalami dehidrasi. Kebutuhan normal cairan untuk pemeliharaan fungsi tubuh adalah 40-60 ml/kg/hari atau 1,7-2,5 ml/kg/jam. Metode umum untuk rehidrasi pasien yang mengalamidehidrasi ringan sampai sedang adalah penggantian dengan agak cepat sekurang-kurangnya setengah jumlah kebutuhan cairan yang diestimasi selama 4-8 jam pertama (dengan asumsi fungsi kardiopulmoner dan produksi urin baik). Hal tersebut dilakukan dengan infus cairan poliionik, misalnya cairan Ringer laktat dengan kecepatan sekitar dua atau tiga kali kecepatan normal pemasukan cairan untuk pemeliharaan fungsi tubuh (3,4-7,5 ml/kg/jam) sampai setengah kehilangan cairan diganti. Cairan yang masih tersisa diberikan secara lebih perlahan selama 16-20 jam berikutnya dengan infus IV dengan kecepatan 1,5-2,0 kali kecepatan normal pemasukan cairan untuk pemeliharaan fungsi tubuh perjam (2,5-5,0 ml/kg/jam). Setelah kehilangan cairan diganti dan kehilangan cairan secara abnormal tidak lagi terjadi, kecepatan terapi cairan dapat dikurangi (1,7-2,5 ml/kg/jam). Untuk terapi cairan selanjutnya dapat dipertimbangkan penggunaan cara SC.
Terapi cairan secara IV dengan cepat dilakukan pada pasien yang mengalami syok. Sangat penting melakukan pengamatan dengan seksama terhadap pasien untuk melihat tanda-tanda overhidrasi, dan jika tanda-tanda tersebut teramati, kecepatan terapi cairan diperlambat atau dihentikan bila perlu. Tanda-tanda terapi cairan yang terlalu cepat adalah pasien tampak gelisah, menggigil, takikardia, keluar leleran serus dari hidung, takipnea, rales basah, batuk, mata menonjol, muntah, dan diare.

Monitoring Pasien
Sangat bermanfaat untuk mencatat pemasukan cairan secara teratur (misalnya setiap 4 jam) dan total cairan selama 24 jam, termasuk mencatat perkiraan jumlah urin. Parameter yang dicatat dan frekuensi pencatatan tergantung pada individu kasus. Pencatatan setiap hari yang perlu dilakukan adalah PCV, total protein plasma, dan bobot badan. Nilai PCV 12-15% atau kurang merupakan indikasi untuk melakukan transfusi darah total (whole blood). Penurunan total plasma protein hingga kurang dari 3,0-3,5 g/dl menjadi petunjuk untuk memperlambat atau menurunkan terapi cairan dan mempertimbangkan untuk menggunakan plasma atau transfusi darah total.
Parameter biokimia penting lainnya untuk memonitor pasien adalah blood urea nitrogen (BUN) dan elektrolit pada serum, terutama kalium. Peningkatan BUN mengindikasikan penurunan aliran darah ginjal dan menunjukkan bahwa volume cairan yang diberikan tidak cukup. Penurunan BUN seringkali memberikan prognosis yang baik yang menandakan bahwa terapi cairan direspon dengan baik oleh pasien. Hipokalemia sering terjadi sewaktu terapi cairan secara parenteral dalam beberapa hari, terutama bila menggunakan cairan yang komposisinya mirip dengan plasma, misalnya larutan Ringer laktat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan kadar kalium dalam serum secara teratur setiap 2-3 hari.
Produksi urin dapat diestimasi dengan mempalpasi kantung kemih dan mengamati urinasi. Pada pasien yang mengalami oliguria, monitoring dan pemasukan cairan harus dilakukan secara cermat untuk mencegah terjadinya overhidrasi yang dapat mengakibatkan terjadinya edema pulmoner. Apabila risiko kelebihan cairan lebih besar dari biasanya (misalnya pada hewan yang mengalami oliguria atau anuria, respon yang tidak baik pada terapi awal syok, pankreatitis akut), monitoring tekanan vena sentral (central venous pressure = CVP) dapat membantu mencegah terjadinya edema pulmoner.

LAMPIRAN

Tabel 1. Keseimbangan cairan harian (dalam % bobot badan)
Tidak Menyusui Menyusui
PEMASUKAN
Air minum 26 51
Air dalam pakan 1 2
Air metabolisme 2 3
JUMLAH 29 56

PENGELUARAN
Feses 12 19
Urin 7 11
Penguapan 10 14
Air susu 0 12
JUMLAH 29 56

Tabel 2. Elektrolit normal serum (satuan dalam mEq/l)
HEWAN Na+ K + Ca ++ Mg++ HPO4 Cl - HCO3
Anjing 143 - 153 4,2 - 5,4 5,0 - 6,1 0,43 - 0,60 3,2 - 8,1 100-120 18-25
Kucing 146 - 156 3,2 - 5,5 4,9 - 5,5 0,43 - 0,70 3,2 - 6,5 114-126 18-22

Tabel 3. Tingkat dehidrasi
Tanda-Tanda Dehidrasi
-          < 4% ada informasi kehilangan cairan tubuh, seperti : untah, endarahan, diare, dll.
-          4 – 6% turgor kulit sedikit menurun6 – 8% turgor kulit agak menurun, mukosa agak kering, pulsus normal, agak tachycardia, kencing berkurang.
-          8 – 10% turgor kulit turun, mukosa kering, mata kering, oliguria, pulsus cepat, tachycardia, mukosa kering dan pucat.
-          10% - 12% turgor kulit sangat turun, mukosa membran kering, pulsus cepat dan lemah, napas cepat, depresi


DAFTAR PUSTAKA

Ettinger, S. J. dan E. C. Feldman. 2005. Textbook of Veterinary Internal Medicine Vol. 1. 6th Ed. St. Louis, Missouri: Elsevier Inc.

Fox, P. R. 2007. Critical care cardiology. In Proceedings of the World Small Animal Veterinary Association. Sydney, Australia
Fuentes, V. L. 2007. Cardiovascular emergencies. In Proceedings of the SCIVAC Congress. Rimini, Italy.

Junaidi Anhar (2011), Jangan Remehkan Dehidrasi Pada Hewan Kesayangan.


Kahn, C. M. dan S. Line. 2008. The Merck Veterinary Manual (E-book). 9th Ed. Whitehouse Station, N.J., USA: Merck and Co., Inc.

King, L. 2008. Update on feline critical care. In Proceedings of the 33rd World Small Animal Veterinary Congress. Dublin, Ireland.

Kirby, R. 2007. Shock and shock resuscitation. In Proceedings of the Societa Culturale Italiana Veterinari Per Animali Da Compagnia Congress. Rimini, Italy.

Lorenz, M. D., L. M. Cornelius, dan D. C. Ferguson. 1997. Small Animal Medical Therapeutics. Philadelphia: Lippincott Raven Publisher.

Lorenz, M. D. dan L. M. Cornelius. 2006. Small Animal Medical Diagnosis. 2nd Ed. Iowa, USA: Blackwell Publishing.

Lorenz, M. D., Larry, M. C., and Duncan, C. F. ( 1997). Small Animal Medical Therapeutics. Lippincott-Raven Publishers. Philadelphia. New York

Sari R.K (2009), Dehidrasi Pada Anjing, Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sibuea, W. H., M. M. Panggabean, dan S. P. Gultom. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta.

Silverstein, D. 2006. The different types of shock. In Proccedings of the International Congress of the Italian Association of Companion Animal Veterinarians. 19-21 Mei 2006. Rimini, Italy.

Silverstein, D. 2006. The use of vasopressors in shock patients. In Proccedings of the International Congress of the Italian Association of Companion Animal Veterinarians. 19-21 Mei 2006. Rimini, Italy.

Tello, L. H. 2007. Septic shock: What, when and how. In Proceeding of the World Small Animal Veterinary Association Congress. Sydney, Australia.     


Tidak ada komentar:

Posting Komentar